Translate

بِسۡمِ ٱللهِ ٱلرَّحۡمَـٰنِ ٱلرَّحِيمِ

Selasa, 11 Maret 2025

KESALAHAN-KESALAHAN DALAM MASALAH AKIDAH

Banyak orang melakukan kesalahan dalam masalah akidah,  beberapa hal sering disangka sebagai sunnah, padahal itu adalah bid’ah dan tidak ada tuntunannya dari Rasulullah . Kesalahan-kesalahan ini banyak terjadi dimana-mana termasuk di negera Indonesia. Di antara kesalahan tersebut adalah:

Kesalahan Pertama:

 

Mengingkari ketinggian Allah dan istiwa’-Nya di atas Arsy. Padahal diketahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjelaskan hal tersebut dalam Kitab-Nya yang mulia, di mana Dia berfirman:

 

إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ

"Sesungguhnya Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian Dia bersemayam di atas 'Arsy" (Al-A'raf: 54).

 

Allah menyebutkan hal ini dalam tujuh ayat di dalam Kitab-Nya yang agung, termasuk ayat ini. Ketika Imam Malik rahimahullah ditanya tentang hal ini, beliau menjawab:

 

الِاسْتِوَاءُ مَعْلُومٌ، وَالْكَيْفُ مَجْهُولٌ، وَالْإِيمَانُ بِهِ وَاجِبٌ

"Istiwa’ itu diketahui (maknanya), caranya tidak diketahui, mengimaninya adalah wajib."

 

Begitu pula yang dikatakan oleh ulama salaf lainnya.

Dan makna istiwa' itu diketahui, yaitu dari sisi bahasa Arab, yang berarti ketinggian dan berada di atas. Allah Ta'ala berfirman:

فَالْحُكْمُ لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ

"Maka keputusan itu hanya milik Allah, Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar." (Ghafir: 12)

Allah juga berfirman:

 

وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

"Dan pemeliharaan keduanya (langit dan bumi) tidak memberatkan-Nya, dan Dia Maha Tinggi lagi Maha Agung." (Al-Baqarah: 255)

 

Dan Allah Azza wa Jalla berfirman:

 

إِلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُه

"Kepada-Nya naik perkataan yang baik, dan amal yang saleh Dia akan mengangkatnya." (Fathir: 10)

 

Dalam banyak ayat lain yang semuanya menunjukkan ketinggian dan keagungan-Nya, serta bahwa Dia Subhanahu wa Ta'ala berada di atas Arsy, di atas seluruh makhluk-Nya.

Inilah keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, baik dari kalangan sahabat Nabi maupun yang lainnya.

Maka wajib untuk meyakini hal ini, saling menasihati dalam kebenaran, serta memperingatkan manusia dari keyakinan yang menyelisihinya.

Kesalahan Kedua:

Mendirikan masjid di atas kuburan, shalat di sekitarnya, serta membangun kubah di atasnya. Semua ini termasuk sarana yang mengantarkan kepada kesyirikan.

Nabi telah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani karena perbuatan tersebut serta memperingatkan umatnya dari melakukannya. Beliau bersabda:

 

لَعَنَ اللَّهُ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ

"Allah melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat ibadah." (Muttafaq 'alaih – disepakati keshahihannya oleh Al-Bukhari dan Muslim)

 

Beliau juga bersabda:

 

أَلَا وَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ، أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ، إِنِّي أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ

"Ketahuilah, sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan nabi dan orang saleh mereka sebagai tempat ibadah. Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, karena sesungguhnya aku melarang kalian dari hal itu."

(HR. Muslim dalam Shahih-nya dari hadis Jundub)

 

Muslim juga meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Jabir bin Abdullah Al-Anshari radhiyallahu 'anhuma, bahwa ia berkata:

 

نَهَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى عَلَيْهِ

"Rasulullah melarang mengecat kuburan dengan kapur, duduk di atasnya, serta membangun sesuatu di atasnya."

 

Terdapat banyak hadis lain yang memiliki makna serupa dalam hal ini.

Maka wajib bagi kaum Muslimin untuk berhati-hati dari perbuatan tersebut dan saling menasihati untuk meninggalkannya, karena Nabi telah memperingatkan dari perbuatan itu. Selain itu, hal tersebut termasuk sarana yang dapat mengantarkan kepada kesyirikan terhadap para penghuni kubur, seperti berdoa kepada mereka, meminta pertolongan kepada mereka, serta meminta bantuan dan kemenangan kepada mereka dan berbagai bentuk kesyirikan lainnya.

Sudah diketahui bahwa syirik adalah dosa yang paling besar, paling berbahaya, dan paling berat. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk berhati-hati darinya serta dari segala sarana dan jalan yang mengarah kepadanya.

Allah telah memperingatkan hamba-hamba-Nya dari kesyirikan dalam banyak ayat, di antaranya firman-Nya:

إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ، وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يشاء

"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, tetapi Dia mengampuni dosa selain itu bagi siapa yang Dia kehendaki." (An-Nisa: 48)

 

Juga firman-Nya:

 

وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

 

"Dan sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum engkau: Jika engkau berbuat syirik, niscaya akan terhapus seluruh amalmu, dan engkau pasti termasuk orang-orang yang merugi." (Az-Zumar: 65)

 

Serta firman-Nya Azza wa Jalla:

وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ

 

"Seandainya mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah amal yang telah mereka kerjakan." (Al-An'am: 88)

 

Masih banyak ayat lain yang memiliki makna serupa dalam hal ini.

 

Kesalahan Ketiga:

 

Berdoa kepada orang-orang yang telah meninggal, orang-orang yang tidak hadir, jin, berhala, pohon, dan bintang, serta meminta pertolongan kepada mereka, seperti meminta kesembuhan bagi orang sakit dan kemenangan atas musuh.

Perbuatan ini merupakan agama kaum musyrik terdahulu dari kalangan kafir Quraisy dan lainnya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:

 

وَيَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللَّهِ

"Dan mereka menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat mendatangkan mudarat kepada mereka dan tidak (pula) manfaat, dan mereka berkata: 'Mereka itu adalah pemberi syafaat kami di sisi Allah'." (Yunus: 18)

 

Allah juga berfirman:

 

فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ ۝ أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ الْخَالِصُ ۚ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ كَفَّارٌ﴾

 

"Maka sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya. Ingatlah, hanya milik Allah-lah agama yang murni. Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia (berkata): 'Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya'. Sungguh, Allah akan memberi keputusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang pendusta dan sangat ingkar." (Az-Zumar: 2-3)

 

Banyak ayat lain dengan makna serupa, yang menunjukkan bahwa kaum musyrik terdahulu meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, pemberi rezeki, yang memberi manfaat, dan yang mendatangkan mudarat. Namun, mereka tetap menyembah sesembahan selain Allah dengan alasan bahwa sesembahan itu dapat memberi syafaat di sisi Allah dan mendekatkan mereka kepada-Nya.

Karena perbuatan ini, Allah mengkafirkan mereka, menetapkan bahwa mereka adalah kaum musyrik, serta memerintahkan Nabi-Nya untuk memerangi mereka hingga ibadah hanya ditujukan kepada Allah semata. Sebagaimana firman-Nya:

 

وَقَاتِلُوهُمْ حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ

"Dan perangilah mereka sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama ini seluruhnya hanya untuk Allah." (Al-Anfal: 39)

Para ulama telah menulis banyak kitab dalam masalah ini. Mereka menjelaskan di dalamnya hakikat Islam yang diutus Allah kepada para rasul-Nya dan diturunkan dalam kitab-kitab-Nya. Mereka juga menjelaskan tentang agama jahiliah, keyakinan mereka, serta amalan-amalan mereka yang bertentangan dengan syariat Allah. Di antara mereka adalah Abdullah bin Imam Ahmad, Imam besar Muhammad bin Khuzaymah dalam kitabnya At-Tauhid, Muhammad bin Wadhdhah, dan para imam lainnya.

Di antara tulisan terbaik dalam masalah ini adalah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam banyak kitabnya. Salah satu yang paling ringkas adalah kitabnya yang berjudul Al-Qā'idah al-Jalīlah fī at-Tawassul wa al-Wasīlah (Kaedah Agung dalam Tawassul dan Perantara).

Selain itu, termasuk kitab yang penting dalam masalah ini adalah karya Syaikh Abdurrahman bin Hasan, cucu dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahumullah, yaitu Fathul Majid Syarh Kitab at-Tauhid (Penjelasan Kitab Tauhid).

Kesalahan Keempat:

Bersumpah dengan selain Allah, seperti bersumpah demi Nabi atau selainnya dari kalangan manusia, serta bersumpah demi amanah. Semua itu termasuk perkara yang mungkar dan diharamkan karena mengandung unsur kesyirikan.

Dalilnya adalah sabda Nabi :

مَنْ حَلَفَ بِشَيْءٍ دُونَ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ

"Barang siapa yang bersumpah dengan sesuatu selain Allah, maka ia telah berbuat syirik." (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhu dengan sanad yang sahih).

Juga dalam riwayat Abu Dawud dan At-Tirmidzi dengan sanad sahih dari Abdullah bin Umar bin Khattab radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi bersabda:

مَنْ حَلَفَ بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ

"Barang siapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka ia telah kafir atau berbuat syirik."

Selain itu, telah diriwayatkan pula bahwa Nabi bersabda:

مَنْ حَلَفَ بِالأَمَانَةِ فَلَيْسَ مِنَّا

"Barang siapa yang bersumpah dengan amanah, maka ia bukan termasuk golongan kami."

Hadis-hadis dalam bab ini sangat banyak.

Menurut para ulama, bersumpah dengan selain Allah termasuk syirik kecil yang harus dihindari, karena bisa menjadi jalan menuju syirik besar.

Demikian pula, perkataan seperti:

مَا شَاءَ اللَّهُ وَشَاءَ فُلَانٌ، وَلَوْلَا اللَّهُ وَفُلَانٌ، وَهَذَا مِنَ اللَّهِ وَمِنْ فُلَانٍ

"Atas kehendak Allah dan kehendak si Fulan," atau "Kalau bukan karena Allah dan si Fulan," atau "Ini dari Allah dan dari si Fulan."

Yang benar, seseorang harus mengatakan:

مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ شَاءَ فُلَانٌ، أَوْ لَوْلَا اللَّهُ ثُمَّ فُلَانٌ، أَوْ هَذَا مِنَ اللَّهِ ثُمَّ مِنْ فُلَانٍ

"Atas kehendak Allah, kemudian kehendak si Fulan," atau "Kalau bukan karena Allah, kemudian si Fulan," atau "Ini dari Allah, kemudian dari si Fulan."

Hal ini berdasarkan hadis Nabi yang bersabda:

لَا تَقُولُوا: مَا شَاءَ اللَّهُ وَشَاءَ فُلَانٌ، وَلَكِنْ قُولُوا: مَا شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ شَاءَ فُلَانٌ

"Janganlah kalian mengatakan: 'Atas kehendak Allah dan kehendak si Fulan', tetapi katakanlah: 'Atas kehendak Allah, kemudian kehendak si Fulan'."

Kesalahan Kelima:

Menggantungkan tamimah (jimat) dan hirz (penangkal) dari tulang, kerang, atau benda lainnya yang disebut sebagai tamimah (jimat).

 

Nabi bersabda:

 

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَلَا أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ، وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلَا وَدَعَ اللَّهُ لَهُ، وَمَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ

"Barang siapa yang menggantungkan tamimah, maka Allah tidak akan menyempurnakan urusannya. Barang siapa yang menggantungkan wad’ah (kerang sebagai jimat), maka Allah tidak akan memberinya ketenangan. Barang siapa yang menggantungkan tamimah, maka ia telah berbuat syirik."

 

Nabi juga bersabda:

 

إِنَّ الرُّقَى وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ

"Sesungguhnya ruqyah (mantra tertentu), tamimah (jimat), dan tiwalah (guna-guna agar dicintai) adalah perbuatan syirik."

 

Hadis-hadis ini mencakup segala jenis jimat dan penangkal, baik yang berasal dari Al-Qur'an maupun selainnya, karena Rasulullah tidak mengecualikan sesuatu pun.

Selain itu, menggantungkan tamimah dari Al-Qur'an bisa menjadi wasilah (jalan) menuju penggantungan tamimah lainnya yang bukan dari Al-Qur'an. Oleh karena itu, semuanya harus dilarang, demi menutup pintu menuju kesyirikan, menyempurnakan tauhid, dan mengamalkan keumuman hadis-hadis yang melarangnya.

Namun, untuk ruqyah (pengobatan dengan bacaan tertentu), Rasulullah  mengecualikan yang tidak mengandung unsur syirik. Beliau bersabda:


لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا

"Tidak mengapa melakukan ruqyah, selama tidak mengandung kesyirikan."

 

Sebagian sahabat pernah meruqyah Nabi , dan ruqyah itu dibolehkan karena merupakan salah satu sebab kesembuhan yang syar’i (sesuai syariat), asalkan berasal dari Al-Qur'an, hadis yang sahih, atau doa yang jelas maknanya dan tidak mengandung unsur syirik maupun kata-kata yang mungkar.

 

Kesalahan Keenam:

Merayakan maulid, baik itu Maulid Nabi  atau maulid lainnya, karena Rasulullah tidak pernah melakukannya, begitu pula para khulafaur rasyidin, para sahabat radhiyallahu 'anhum, serta para pengikut mereka yang mengikuti kebaikan di tiga generasi pertama yang utama.
Tradisi ini baru muncul pada abad keempat hijriyah dan setelahnya, disebabkan oleh kaum Fatimiyah dan kelompok Syiah. Kemudian, sebagian Ahlus Sunnah juga mulai melakukannya karena ketidaktahuan mereka terhadap hukum syariat dan meniru orang-orang yang melakukannya dari kalangan ahli bid'ah.

Maka wajib berhati-hati terhadap perayaan ini, karena termasuk bid’ah yang diingkari yang masuk dalam sabda Nabi :

 

إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

"Hati-hatilah kalian terhadap perkara-perkara baru (dalam agama), karena setiap yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan." (HR. Abu Dawud no. 4607, Tirmidzi no. 2676, Ibnu Majah no. 42, dan Ahmad no. 17184)

Dan sabda Nabi :

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ

"Barang siapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami yang bukan berasal darinya, maka ia tertolak." (HR. Al-Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718 dari Aisyah radhiyallahu 'anha).

 

Serta sabda Nabi :

مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ

"Barang siapa melakukan suatu amal yang tidak ada perintah dari kami, maka amal itu tertolak."  (HR. Muslim no. 1718).

 

Dan sabda Nabi dalam khutbahnya:

 

أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ

"Amma ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad , seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan, dan setiap bid’ah adalah sesat."  (HR. Muslim no. 867, dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma)

 

Dan masih banyak hadis lain dalam bab ini.

 

(Diterjemahkan oleh Abu Abdirrahman Benny dari judul asli أَخْطَاءٌ فِي الْعَقِيدَةِ يَلِيهَا فَتَاوَى مُخْتَارَةٌ  (Kesalahan-kesalahan dalam Aqidah diikuti dengan Fatwa-Fatwa Terpilih)  Karya Syeikh Abdul aziz bin Abdullah bin baz.  Wallahu a'lam bish-shawab 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar