Banyak orang melakukan kesalahan dalam masalah akidah, beberapa hal sering disangka sebagai sunnah, padahal itu adalah bid’ah dan tidak ada tuntunannya dari Rasulullah ﷺ. Kesalahan-kesalahan ini banyak terjadi dimana-mana termasuk di negera Indonesia. Di antara kesalahan tersebut adalah:
Kesalahan Pertama:
Mengingkari ketinggian Allah dan
istiwa’-Nya di atas Arsy. Padahal diketahui bahwa Allah Subhanahu wa Ta'ala
telah menjelaskan hal tersebut dalam Kitab-Nya yang mulia, di mana Dia
berfirman:
إِنَّ رَبَّكُمُ
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ
اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ
"Sesungguhnya
Tuhanmu adalah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam hari, kemudian
Dia bersemayam di atas 'Arsy" (Al-A'raf: 54).
Allah
menyebutkan hal ini dalam tujuh ayat di dalam Kitab-Nya yang agung, termasuk
ayat ini. Ketika Imam Malik rahimahullah ditanya tentang hal ini, beliau
menjawab:
الِاسْتِوَاءُ مَعْلُومٌ، وَالْكَيْفُ مَجْهُولٌ،
وَالْإِيمَانُ بِهِ وَاجِبٌ
"Istiwa’ itu diketahui (maknanya), caranya tidak diketahui,
mengimaninya adalah wajib."
Begitu pula yang dikatakan oleh ulama
salaf lainnya.
Dan makna istiwa' itu diketahui, yaitu dari sisi bahasa Arab, yang
berarti ketinggian dan berada di atas. Allah Ta'ala berfirman:
فَالْحُكْمُ
لِلَّهِ الْعَلِيِّ الْكَبِيرِ
"Maka
keputusan itu hanya milik Allah, Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar."
(Ghafir: 12)
Allah juga
berfirman:
وَلَا يَئُودُهُ
حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ
"Dan
pemeliharaan keduanya (langit dan bumi) tidak memberatkan-Nya, dan Dia Maha
Tinggi lagi Maha Agung." (Al-Baqarah: 255)
Dan Allah
Azza wa Jalla berfirman:
إِلَيْهِ
يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُه
"Kepada-Nya
naik perkataan yang baik, dan amal yang saleh Dia akan mengangkatnya."
(Fathir: 10)
Dalam
banyak ayat lain yang semuanya menunjukkan ketinggian dan keagungan-Nya, serta
bahwa Dia Subhanahu wa Ta'ala berada di atas Arsy, di atas seluruh makhluk-Nya.
Inilah
keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama'ah, baik dari kalangan sahabat Nabi ﷺ maupun yang lainnya.
Maka wajib untuk meyakini hal ini,
saling menasihati dalam kebenaran, serta memperingatkan manusia dari keyakinan
yang menyelisihinya.
Kesalahan Kedua:
Mendirikan masjid di atas kuburan,
shalat di sekitarnya, serta membangun kubah di atasnya. Semua ini termasuk
sarana yang mengantarkan kepada kesyirikan.
Nabi ﷺ telah melaknat orang-orang Yahudi dan
Nasrani karena perbuatan tersebut serta memperingatkan umatnya dari
melakukannya. Beliau bersabda:
لَعَنَ اللَّهُ
الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى اتَّخَذُوا قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ مَسَاجِدَ
"Allah
melaknat orang-orang Yahudi dan Nasrani karena mereka menjadikan kuburan para
nabi mereka sebagai tempat ibadah." (Muttafaq 'alaih –
disepakati keshahihannya oleh Al-Bukhari dan Muslim)
Beliau
juga bersabda:
أَلَا وَإِنَّ
مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ كَانُوا يَتَّخِذُونَ قُبُورَ أَنْبِيَائِهِمْ
وَصَالِحِيهِمْ مَسَاجِدَ، أَلَا فَلَا تَتَّخِذُوا الْقُبُورَ مَسَاجِدَ، إِنِّي
أَنْهَاكُمْ عَنْ ذَلِكَ
"Ketahuilah,
sesungguhnya orang-orang sebelum kalian menjadikan kuburan nabi dan orang saleh
mereka sebagai tempat ibadah. Ketahuilah, janganlah kalian menjadikan kuburan
sebagai tempat ibadah, karena sesungguhnya aku melarang kalian dari hal itu."
(HR.
Muslim dalam Shahih-nya
dari hadis Jundub)
Muslim
juga meriwayatkan dalam Shahih-nya dari Jabir bin Abdullah
Al-Anshari radhiyallahu 'anhuma, bahwa ia berkata:
نَهَى رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ أَنْ يُجَصَّصَ الْقَبْرُ، وَأَنْ يُقْعَدَ عَلَيْهِ، وَأَنْ يُبْنَى
عَلَيْهِ
"Rasulullah ﷺ melarang mengecat kuburan dengan kapur,
duduk di atasnya, serta membangun sesuatu di atasnya."
Terdapat banyak hadis lain yang
memiliki makna serupa dalam hal ini.
Maka wajib bagi kaum Muslimin untuk
berhati-hati dari perbuatan tersebut dan saling menasihati untuk
meninggalkannya, karena Nabi ﷺ telah memperingatkan
dari perbuatan itu. Selain itu, hal tersebut termasuk sarana yang dapat
mengantarkan kepada kesyirikan terhadap para penghuni kubur, seperti berdoa
kepada mereka, meminta pertolongan kepada mereka, serta meminta bantuan dan
kemenangan kepada mereka dan berbagai bentuk kesyirikan lainnya.
Sudah
diketahui bahwa syirik adalah dosa yang paling besar, paling berbahaya, dan
paling berat. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk berhati-hati darinya serta
dari segala sarana dan jalan yang mengarah kepadanya.
Allah
telah memperingatkan hamba-hamba-Nya dari kesyirikan dalam banyak ayat, di
antaranya firman-Nya:
إِنَّ اللَّهَ
لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ، وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يشاء
"Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, tetapi Dia mengampuni dosa selain itu
bagi siapa yang Dia kehendaki." (An-Nisa: 48)
Juga
firman-Nya:
وَلَقَدْ
أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكَ لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ
عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ
"Dan
sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang-orang sebelum engkau: Jika
engkau berbuat syirik, niscaya akan terhapus seluruh amalmu, dan engkau pasti
termasuk orang-orang yang merugi." (Az-Zumar: 65)
Serta
firman-Nya Azza wa Jalla:
وَلَوْ
أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُم مَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Seandainya
mereka mempersekutukan Allah, pasti lenyaplah amal yang telah mereka
kerjakan." (Al-An'am: 88)
Masih banyak ayat lain yang memiliki
makna serupa dalam hal ini.
Kesalahan Ketiga:
Berdoa kepada orang-orang yang telah
meninggal, orang-orang yang tidak hadir, jin, berhala, pohon, dan bintang,
serta meminta pertolongan kepada mereka, seperti meminta kesembuhan bagi orang
sakit dan kemenangan atas musuh.
Perbuatan
ini merupakan agama kaum musyrik terdahulu dari kalangan kafir Quraisy dan
lainnya, sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala:
وَيَعْبُدُونَ
مِن دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَٰؤُلَاءِ
شُفَعَاؤُنَا عِندَ اللَّهِ
"Dan
mereka menyembah selain Allah sesuatu yang tidak dapat mendatangkan mudarat
kepada mereka dan tidak (pula) manfaat, dan mereka berkata: 'Mereka itu adalah
pemberi syafaat kami di sisi Allah'." (Yunus: 18)
Allah juga
berfirman:
فَاعْبُدِ اللَّهَ مُخْلِصًا لَّهُ الدِّينَ أَلَا لِلَّهِ الدِّينُ
الْخَالِصُ ۚ وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِن دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ
إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ إِنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ بَيْنَهُمْ
فِي مَا هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كَاذِبٌ
كَفَّارٌ﴾
"Maka
sembahlah Allah dengan mengikhlaskan agama untuk-Nya. Ingatlah, hanya milik
Allah-lah agama yang murni. Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Dia
(berkata): 'Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan
kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya'. Sungguh, Allah akan memberi
keputusan di antara mereka tentang apa yang mereka perselisihkan. Sesungguhnya
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang pendusta dan sangat
ingkar." (Az-Zumar: 2-3)
Banyak
ayat lain dengan makna serupa, yang menunjukkan bahwa kaum musyrik terdahulu
meyakini bahwa Allah adalah satu-satunya pencipta, pemberi rezeki, yang memberi
manfaat, dan yang mendatangkan mudarat. Namun, mereka tetap menyembah
sesembahan selain Allah dengan alasan bahwa sesembahan itu dapat memberi
syafaat di sisi Allah dan mendekatkan mereka kepada-Nya.
Karena
perbuatan ini, Allah mengkafirkan mereka, menetapkan bahwa mereka adalah kaum
musyrik, serta memerintahkan Nabi-Nya untuk memerangi mereka hingga ibadah
hanya ditujukan kepada Allah semata. Sebagaimana firman-Nya:
وَقَاتِلُوهُمْ
حَتَّى لَا تَكُونَ فِتْنَةٌ وَيَكُونَ الدِّينُ كُلُّهُ لِلَّهِ
"Dan perangilah mereka
sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama ini seluruhnya hanya untuk Allah."
(Al-Anfal: 39)
Para ulama telah menulis banyak kitab dalam
masalah ini. Mereka menjelaskan di dalamnya hakikat Islam yang diutus Allah
kepada para rasul-Nya dan diturunkan dalam kitab-kitab-Nya. Mereka juga
menjelaskan tentang agama jahiliah, keyakinan mereka, serta amalan-amalan
mereka yang bertentangan dengan syariat Allah. Di antara mereka adalah Abdullah bin Imam
Ahmad, Imam besar Muhammad bin Khuzaymah
dalam kitabnya At-Tauhid, Muhammad bin
Wadhdhah, dan para imam lainnya.
Di antara tulisan
terbaik dalam masalah ini adalah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah dalam banyak kitabnya. Salah satu yang paling ringkas adalah
kitabnya yang berjudul Al-Qā'idah al-Jalīlah fī
at-Tawassul wa al-Wasīlah (Kaedah Agung dalam Tawassul dan Perantara).
Selain itu, termasuk kitab yang penting dalam masalah ini
adalah karya Syaikh
Abdurrahman bin Hasan, cucu dari Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
rahimahumullah, yaitu Fathul Majid Syarh Kitab
at-Tauhid (Penjelasan Kitab Tauhid).
Kesalahan Keempat:
Bersumpah dengan selain Allah, seperti bersumpah
demi Nabi atau selainnya dari kalangan manusia, serta bersumpah demi amanah.
Semua itu termasuk perkara yang mungkar dan diharamkan karena mengandung unsur
kesyirikan.
Dalilnya adalah sabda
Nabi ﷺ:
مَنْ حَلَفَ
بِشَيْءٍ دُونَ اللَّهِ فَقَدْ أَشْرَكَ
"Barang
siapa yang bersumpah dengan sesuatu selain Allah, maka ia telah berbuat
syirik." (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari Umar bin
Khattab radhiyallahu ‘anhu dengan sanad yang sahih).
Juga dalam riwayat
Abu Dawud dan At-Tirmidzi dengan sanad sahih dari Abdullah bin Umar bin Khattab
radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Nabi ﷺ
bersabda:
مَنْ حَلَفَ
بِغَيْرِ اللَّهِ فَقَدْ كَفَرَ أَوْ أَشْرَكَ
"Barang
siapa yang bersumpah dengan selain Allah, maka ia telah kafir atau berbuat
syirik."
Selain itu, telah
diriwayatkan pula bahwa Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ حَلَفَ
بِالأَمَانَةِ فَلَيْسَ مِنَّا
"Barang
siapa yang bersumpah dengan amanah, maka ia bukan termasuk golongan kami."
Hadis-hadis dalam bab
ini sangat banyak.
Menurut para ulama,
bersumpah dengan selain Allah termasuk syirik
kecil yang harus dihindari, karena bisa menjadi jalan menuju syirik besar.
Demikian pula,
perkataan seperti:
مَا شَاءَ
اللَّهُ وَشَاءَ فُلَانٌ، وَلَوْلَا اللَّهُ وَفُلَانٌ، وَهَذَا مِنَ اللَّهِ
وَمِنْ فُلَانٍ
"Atas
kehendak Allah dan kehendak si Fulan," atau "Kalau
bukan karena Allah dan si Fulan," atau "Ini dari
Allah dan dari si Fulan."
Yang benar,
seseorang harus mengatakan:
مَا شَاءَ
اللَّهُ ثُمَّ شَاءَ فُلَانٌ، أَوْ لَوْلَا اللَّهُ ثُمَّ فُلَانٌ، أَوْ هَذَا
مِنَ اللَّهِ ثُمَّ مِنْ فُلَانٍ
"Atas
kehendak Allah, kemudian kehendak si Fulan," atau
"Kalau
bukan karena Allah, kemudian si Fulan," atau "Ini dari
Allah, kemudian dari si Fulan."
Hal ini berdasarkan hadis Nabi ﷺ
yang bersabda:
لَا
تَقُولُوا: مَا شَاءَ اللَّهُ وَشَاءَ فُلَانٌ، وَلَكِنْ قُولُوا: مَا شَاءَ
اللَّهُ ثُمَّ شَاءَ فُلَانٌ
"Janganlah
kalian mengatakan: 'Atas kehendak Allah dan kehendak si Fulan', tetapi
katakanlah: 'Atas kehendak Allah, kemudian kehendak si Fulan'."
Kesalahan Kelima:
Menggantungkan tamimah (jimat) dan hirz
(penangkal) dari tulang, kerang, atau benda lainnya yang disebut sebagai tamimah (jimat).
Nabi ﷺ bersabda:
مَنْ تَعَلَّقَ
تَمِيمَةً فَلَا أَتَمَّ اللَّهُ لَهُ، وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلَا وَدَعَ
اللَّهُ لَهُ، وَمَنْ تَعَلَّقَ تَمِيمَةً فَقَدْ أَشْرَكَ
"Barang
siapa yang menggantungkan tamimah, maka Allah tidak akan menyempurnakan
urusannya. Barang siapa yang menggantungkan wad’ah (kerang sebagai jimat), maka
Allah tidak akan memberinya ketenangan. Barang siapa yang menggantungkan
tamimah, maka ia telah berbuat syirik."
Nabi ﷺ juga bersabda:
إِنَّ الرُّقَى
وَالتَّمَائِمَ وَالتِّوَلَةَ شِرْكٌ
"Sesungguhnya
ruqyah (mantra tertentu), tamimah (jimat), dan tiwalah (guna-guna agar
dicintai) adalah perbuatan syirik."
Hadis-hadis
ini mencakup segala
jenis jimat dan penangkal, baik yang berasal dari
Al-Qur'an maupun selainnya, karena Rasulullah ﷺ
tidak mengecualikan sesuatu pun.
Selain
itu, menggantungkan
tamimah dari Al-Qur'an bisa menjadi wasilah (jalan) menuju
penggantungan tamimah lainnya yang bukan dari Al-Qur'an. Oleh
karena itu, semuanya
harus dilarang, demi menutup pintu menuju kesyirikan,
menyempurnakan tauhid, dan mengamalkan keumuman hadis-hadis yang melarangnya.
Namun,
untuk ruqyah
(pengobatan dengan bacaan tertentu), Rasulullah ﷺ mengecualikan
yang tidak mengandung unsur syirik. Beliau bersabda:
لَا
بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ تَكُنْ شِرْكًا
"Tidak
mengapa melakukan ruqyah, selama tidak mengandung kesyirikan."
Sebagian
sahabat pernah meruqyah Nabi ﷺ, dan ruqyah itu dibolehkan
karena merupakan salah satu sebab kesembuhan yang syar’i (sesuai
syariat), asalkan berasal dari Al-Qur'an, hadis yang sahih, atau doa yang jelas
maknanya dan tidak mengandung unsur syirik maupun kata-kata yang mungkar.
Kesalahan Keenam:
Merayakan maulid, baik itu Maulid Nabi ﷺ atau maulid
lainnya, karena Rasulullah ﷺ tidak pernah melakukannya,
begitu pula para khulafaur rasyidin, para sahabat radhiyallahu
'anhum, serta para pengikut mereka yang mengikuti kebaikan di tiga generasi
pertama yang utama.
Tradisi ini baru
muncul pada abad keempat hijriyah dan setelahnya,
disebabkan oleh kaum Fatimiyah dan kelompok Syiah.
Kemudian, sebagian Ahlus Sunnah juga mulai melakukannya karena ketidaktahuan
mereka terhadap hukum syariat dan meniru
orang-orang yang melakukannya dari kalangan ahli bid'ah.
Maka wajib berhati-hati
terhadap perayaan ini, karena termasuk bid’ah yang
diingkari yang masuk dalam sabda Nabi ﷺ:
إِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ،
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
"Hati-hatilah
kalian terhadap perkara-perkara baru (dalam agama), karena setiap yang baru
adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan." (HR. Abu Dawud no.
4607, Tirmidzi no. 2676, Ibnu Majah no. 42, dan Ahmad no. 17184)
Dan sabda Nabi ﷺ:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
"Barang
siapa mengada-adakan sesuatu dalam urusan (agama) kami yang bukan berasal
darinya, maka ia tertolak." (HR. Al-Bukhari no. 2697, Muslim no. 1718 dari Aisyah radhiyallahu
'anha).
Serta
sabda Nabi ﷺ:
مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
"Barang
siapa melakukan suatu amal yang tidak ada perintah dari kami, maka amal itu
tertolak." (HR. Muslim no. 1718).
Dan
sabda Nabi ﷺ dalam khutbahnya:
أَمَّا بَعْدُ، فَإِنَّ خَيْرَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَخَيْرَ
الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَشَرُّ الْأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ
بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
"Amma
ba’du, sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, sebaik-baik
petunjuk adalah petunjuk Muhammad ﷺ,
seburuk-buruk perkara adalah perkara yang diada-adakan, dan setiap bid’ah
adalah sesat." (HR. Muslim no. 867, dari Jabir bin Abdullah
radhiyallahu ‘anhuma)
Dan masih banyak
hadis lain dalam bab ini.
(Diterjemahkan oleh Abu Abdirrahman Benny dari judul asli أَخْطَاءٌ فِي الْعَقِيدَةِ يَلِيهَا فَتَاوَى مُخْتَارَةٌ (Kesalahan-kesalahan dalam Aqidah diikuti dengan Fatwa-Fatwa Terpilih) Karya Syeikh Abdul aziz bin Abdullah bin baz. Wallahu a'lam bish-shawab
Tidak ada komentar:
Posting Komentar